Ada banyak tanda-tanda kiamat tersebar di ayat Al Quran dan hadits mulia. Salah satunya tersebut di hadist berikut.
“Sesungguhnya tanda hari kiamat adalah memberi salam hanya kepada orang tertentu, penyebarluasan kegiatan perniagaan sampai-sampai seorang istri harus membantu suaminya berdagang, putusnya silaturahim, kesaksian palsu, penyembunyian kesaksian yang benar, dan menggiatnya kegiatan tulis menulis.” (hadits riwayat Ahmad dan Hakim)
Membaca hadist di atas, saya tertegun. Ramalan Nabi saw belasan abad lalu mulai nampak di kenyataan sekarang. Tanda bahwa kiamat makin mendekat.
Betapa bisnis dan ekonomi begitu menguasai kehidupan hingga seorang istri harus membantu suaminya mencari nafkah. Bekerja, yang dahulu merupakan kewajiban laki-laki, telah dirambah oleh kaum wanita. Kaum wanita merasa mereka memiliki hak untuk bekerja mencari nafkah. Beberapa alasan dikemukakan.
- Saya tidak betah “hanya” di rumah.
- Kalau punya keahlian kenapa tidak dimanfaatkan?
- Kebutuhan keluarga menuntut saya bekerja.
Yang lebih ekstrim:
- Bagaimana bila terjadi perceraian?
- Jika tidak bekerja akan tergantung terus menerus ke suami.
Namun tidak dipikirkan lebih jauh dampak dari wanita bekerja ini.
- Keluarga kehilangan induk.
- Istri lebih ‘melawan’ kepada suami karena merasa siap dicerai.
- Lapangan pekerjaan menyempit bagi laki-laki, setengah lapangan pekerjaan sudah dikuasai wanita.
- Frekuensi pertemuan ibu dengan anak-anak dan keluarga berkurang.
- Wanita lebih banyak keluar rumah.
- Pekerjaan rumah tangga diserahkan ke PRT yang note bene juga wanita pekerja.
- Istri sudah letih sampai di rumah sehingga tidak bersemangat dalam mengurusi keluarga.
Tidak dipungkiri, ada pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan wanita, misal bidan dan perawat, polisi wanita, dan lain-lain. Tapi ada juga perusahaan ‘men-sunnah-kan’ wanita di posisi itu, misal kasir, customer service, penerima tamu, atau pramuniaga. Pekerjaan itu bisa dilakukan pria, tapi tampak lebih menawan bila dipegang wanita.
Kembali ke hadits di atas, nampak bahwa fenomena wanita bekerja dianggap aneh di jaman Nabi saw. Jaman itu wanita mengurusi rumah dan suami keluar bekerja mencari nafkah. Wanita bekerja adalah ciri-ciri perubahan gaya hidup yang merupakan alamat dan tanda-tanda kiamat.
Titik Sentral Keluarga
Islam memandang ibu sebagai titik sentral keluarga. Saya ingat ketika dulu ayah datang dari kantor, yang pertama beliau tanya pastilah ibu: “Ibumu ngendi?” (ibumu mana?), demikian tanya ayah bila tidak melihat ibu menyambutnya.
Setelah bertemu ibu, barulah ayah bertanya mengenai anak-anak ke ibu.
Bila mencari barang kami selalu bertanya ke ibu: “Ibu, palu di mana?”. Atau: “Ibu, kaosku yang biru ada di mana?” Selalu ibu yang jadi titik sentral segala permasalahan di rumah.
Peran sentral seperti ini sebenarnya tidak bisa digantikan oleh siapapun, termasuk oleh PRT. Rumah terasa sangat timpang bila ibu tidak ada. Itu saya rasakan juga setelah saya berumah tangga. Bila saya pergi meninggalkan rumah dua atau tiga hari, rumah tetap berjalan dengan baik. Tapi bila istri yang meninggalkan rumah, dua jam rasanya sudah sebulan. Semua jadi berantakan, anak-anak tak terurus, piring bergeletakan. Ampun dah. Mengapa sukar sekali mengatur rumah tangga yang kelihatannya begitu mudah dilakukan istri?
Kegalauan Seorang Lelaki
Sekarang kaum lelaki bersaing dengan kaum wanita untuk memperebutkan lapangan pekerjaan yang tidak bertambah. Dengan seruan kesetaraan hak lelaki dan wanita yang sekarang gencar diteriakkan kaum feminis, perusahaan membuka pintu seluas-luasnya baik untuk wanita maupun laki-laki.
Masalahnya, ,mencari nafkah itu kewajiban laki-laki. Untuk wanita itu jatuhnya mubah alias boleh-boleh saja.
Maka ketika seorang ayah tidak bisa memberi nafkah keluarganya, dia mendapat cercaan orang-orang sekitar. Sedang seorang ibu yang tidak dapat mencari nafkah untuk keluarga dianggap wajar.
Sebaliknya seorang laki-laki yang dapat memberi nafkah pada keluarga dianggap normal. Seorang istri yang jadi penopang ekonomi keluarga dianggap luar biasa.
Sedang di pekerjaan mereka bersaing dengan kesetaraan.
Ini kegalauan seorang pria yang lahan pekerjaannya separuh diambil wanita. Yang tidak bisa berkata apa-apa menentang suara keras kesetaraan gender.
Tapi seorang laki-laki pantang mengeluh. Tidak boleh cengeng. Tak pantas galau. Itu kata masyarakat.
Jadi, apa boleh buat. The show must go on…
Serpong, Pebruari 2014
2 thoughts on “Tanda-tanda Kiamat”