Prostat (4)

Prostat

Pasca Operasi

Boleh minum, boleh makan, walau tidak langsung banyak. Tidak ada luka luar. Hanya kateter masih terpasang. Dengan diameter kateter lebih besar dari sebelumnya. Ada juga air semacam infus yang dimasukkan ke kantung kemih lewat kateter. Gunanya untuk mendorong darah atau pun sisa-operasi (kalau ada) keluar ke kantung penampungan kateter. Jadi ada 3 selang di tubuh saya sekarang: infus, kateter, dan air bilas (flush) ke kantung kemih. Air bilas ini disebut mereka sebagai irigasi. Huh? Emangnya sawah, bang?

Kantung penampung air dari kateter kelihatan merah. Hanya inilah tanda yang kelihatan dari bekas operasi. Karena memang tidak ada luka luar sama sekali.

“Ini air irigasinya jangan sampai habis, ya”, kata perawat ruang operasi mengingatkan ke perawat kamar. “Beres, bos”, jawab yang diingatkan.

Diperlihatkan “hasil” operasi berupa keratan-keratan prostat. “Ini tidak semua, hanya sampel. Banyak juga yang dibuang”.

Hasil keratan TURP dan hasil biopsy dikirim ke laboratorium. Nasibku di lab sana, apakah akan divonis kanker atau tidak. Butuh waktu 5 hari kerja untuk mendapatkan hasil analisa.

Setelah operasi saya menginap di rumah sakit selama tiga hari, Sabtu, Ahad, dan Senin. Selama 3 hari itu, yah biasalah, disuntik obat tiap hari. Ada antibiotik, ada obat demam, obat lambung, dan apa lagi gitu. Infus juga tidak berhenti dimasukkan ke tubuh ini – standar rumah sakit memang begitu. Air irigasi terus menerus diganti.

Tapi tidak ada pantangan makan apa-apa. Hanya saya saja yang kuatir, karenanya tidak makan apa pun selain yang diberi rumah sakit. Berat badan turun 3 kg karena makanan dari rumah sakit hanya sedikit. Tapi saya bersyukur karena sudah lama ingin menurunkan berat badan. Dan inilah saat yang tepat. Ha ha… A blessing in disguise. Sekarang BMI saya ideal.

Rumah sakit meminta satu anggota keluarga menemani setiap saat. Karena kadang ada permintaan obat atau pemeriksaan lab. Maklum saya bayar sendiri tanpa BPJS ataupun asuransi lain. Karenanya obat dan lab harus dibayar di depan.

Sabtu

Hari Sabtu itu banyak pembelian obat dan test darah maupun urin ke lab. Selainnya, normal rutin cek temperatur dan tekanan darah. Untung keduanya normal.

BAB di siang hari. Keras faecesnya sehingga perlu mengejan keras. Dokter yang datang sorenya mengatakan tidak boleh mengejan. Kemudian memberi resep obat laxadine untuk mengurangi kesulitan BAB.

Ahad

Hari Ahad BAB lancar, mungkin karena pengaruh laxadine. Air irigasi dilepas. Saya tinggal diikat dua selang, infus dan kateter. Ar di kantung kateter sudah mulai berwarna pink, tidak lagi merah. Seperti biasa disuntik obat-obatan tiga kali sehari, macam makan saja. Cek tensi, temperatur.

Dokter datang sore hari. Kata dokter kalau semua baik besok boleh pulang. Cihui, … senang sekali mendengarnya. Walau baru 3 hari sudah terasa ingin pulang saja. Tidak, perawatnya baik-baik, kok. Hanya memang di semua rumah sakit suasana tidak menyenangkan. Di kamar sebelah ada yang teriak-teriak. Di kamar lain ada yang barusan meninggal. Penuh isak bahkan tangisan melolong-lolong. Di kamar lain ada kecelakaan.  Pokoknya penuh cerita sedih. Siapa betah di rumah sakit kalau begini? Oh, kecuali petugas rumah sakit tentu. Karena memang mereka berdedikasi untuk menolong orang sakit.

Senin

Disuntik obat pagi. Cek tekanan darah. Tidak dicek temperatur karena dua hari normal. Berkali-kali saya bertanya ke perawat kapan dokter akan datang. Soalnya ingin cepat pulang. Akhirnya jam 10 dokter datang. Memeriksa kantung kateter dan melihat sudah bening, dia mengatakan: “Ya, hari ini boleh pulang”. Whoaa.. ingin rasanya berjingkrak, tapi masih lemah. “Ini kateternya akan saya lepas. Agak sakit nanti, ya. Soalnya ini lebih besar dari sebelumnya.”.

Dan dimulailah pelepasan kateter. Balon dikempiskan, kemudian kateter ditarik perlahan. Selesai. Sakit? Ya, iyalah. Tapi tertutup dengan kegembiraan bahwa diperbolehkan pulang hari ini.

“Nanti belum bisa menahan kencing ya pak. Jadi begitu ingin pipis harus segera ke kamar mandi”, kata dokter. “Pakai diaper dulu”.

“Terus jangan mengejan (Jawa: ngêdên). Jangan mengangkat barang berat. Kalau kamar di lantai atas, sementara pindah ke lantai bawah dulu. Jangan banyak naik turun tangga”.

“Ada pantangan makan?”, tanya saya.

“Tidak ada pantangan,” jawab dokter. “Nanti saya akan meresepkan obat, silakan diminum sampai habis. Sepekan kemudian kontrol ke saya. Sambil melihat hasil lab biopsy”, kata dokter.

“Setelah ini silakan istirahat dulu di sini sampai 3x pipis. Setelah 3 kali baru boleh pulang.”

Dan dokter berlalu. Saya segera menelepon istri minta dibawakan diaper 3 dan sarung 2.

Ketika merasa akan kencing, segera saya ke kamar mandi. Baru saja masuk dan belum sempat buka sarung, sudah miksi. Wah, sarung basah terkena urin dan darah. Untuk kencing awal-awal memang banyak darah keluar bersama urin.

Istri datang dan segera mengurus kepulangan. Dari jam 11:30 baru selesai jam 15:00. Wuih,.. luammmaaaaa..

Aftermath

Di rumah, kamar mandi harus selalu tersedia. Untung kami punya dua kamar mandi. Sehingga bisa ke sini atau ke sana. Hari-hari awal tidak bisa sama sekali menahan miksi. Mungkin akibat operasi dan ditambah sudah 10 hari terus-terusan memakai kateter. Sehingga otot penahan miksi sudah lupa bagaimana bekerja.

Pendarahan di Miksi

Di awal, urin selalu mengandung darah. Dan ada sedikit perih ketika akan miksi dan ketika akan selesai miksi (jadi terbiasa memakai kata miksi).

Tetangga mengatakan ayahnya juga dioperasi TURP. Dalam 2 hari kencingnya berdarah. Tapi setelahnya sudah bening. Wah, saya panik setelah lewat satu pekan ternyata masih berdarah. Usaha:

  1. Memakai obat Cina Pien Tze Huang.

Ini obat terkenal yang biasa dipakai ibu-ibu setelah melahirkan, terutama yang harus dioperasi caesar. Masyhur sebagai pengobat luka luar maupun dalam. Harganya selangit, Rp 1.2 juta untuk 6 kapsul (harga Januari 2017). Diminum 3x sehari, jadi habis dalam 2 hari. Saya makan di pekan kedua. Ada banyak pantangan makan seperti tidak boleh makan kuning telor, ikan laut, daging sapi atau kambing, dan sebagainya. Tapi untuk kasus saya tidak ada hasil nyata. Pendarahan tetap berlangsung. Owa…

  1. Memakai jeli gamat.

Ini lebih murah (Rp 165 ribu sebotol 300 ml, harga Januari 2017). Saya minum 3×2 sendok makan sehari dan terlihat hasilnya setelah sepekan. Saya tidak tahu apakah ini karena gamat ataukah karena memang siklusnya memang harus 3 pekan. Di akhir pekan ke 3 pendarahan berhenti.

Setelah membaca-baca, ternyata tiga pekan itu normal. Ah, jadi tenang hati ini. Menurut banyak website di internet, darah akan terhenti di pekan ke 1, 2, 3, atau ke 4. Tergantung seberapa banyak prostat diambil, dan tergantung kondisi pasien. Bila lebih dari 4 pekan masih berdarah, segera periksakan ke dokter. Untuk saya, darah berhenti setelah pekan ke 3. Senang melihat urin bersih lagi tanpa ada warna merah menghiasi.

Mungkin karena banyak bagian prostat yang diambil oleh dokter, jadi penyembuhan tergolong lama. Bayangkan jika prostat membesar 5x kali, mungkin 4 bagian dikerok dokter, ditinggalkan hanya 1 bagian. Pantas saja sembuhnya sampai 3 pekan.

End of part 4

<<    [1]    [2]    [3]    [4]    [5]    >>

Depok, Februari 2017

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *