Perpisahan yang Diharapkan

Oleh: Bambang Santoso

Pin di kaki

Engkau sangat berterima kasih padanya. Tak terhingga. Ingin mendudukkannya di tempat terhormat lagi mulia. Tapi berharap sepenuhnya untuk berpisah segera. Tidak  lagi bersama. Kalau bisa, sejenak pun tidak lagi dengannya.  Cukuplah sudah, menjadi kenangan lama.

Kakak saya terjatuh dari tangga ketika akan membersihkan tembok rumah. Padahal tangga tidaklah tinggi. Hanya tiga anak tangga yang didaki. Tapi jatuh dari situ membuat patah tulang kaki. Bukan patah, mungkin remuk lebih tepat. Karena tulang kakinya patah menjadi banyak bagian kecil. Menjadi serpih-serpih tajam yang menusuk ke daging. Ternyata osteoporosis sudah lama diidap tanpa diketahui.

Alhasil kaki kiri harus dioperasi. Dipasang pin dari logam yang disekrup ke tulang kaki. Sepuluh bulan kakak harus hidup bersama pin besi. Menjaga tulang agar tumbuh seperti bentuk semula.

Pekan ini saatnya pin boleh diambil dokter ahli. Dioperasi lagi, dibius setengah badan dari pinggang sampai jari kaki. Kali ini untuk mengambil pin, sang kekasih hati.

Pin diambil, dan kaki diperban ketat. Lima hari empat malam di rumah sakit, menunggu proses pendarahan berhenti. Disuruh bed-rest di rumah sakit karena kalau dipulangkan pasti ingin bergerak terus. Kakak tipe aktif yang tak betah diam duduk manis. Jika demikian, sudah pasti tulang tidak akan sembuh. Atau kalau pun sembuh, tidak akan sempurna bentuknya. Maka diperintah dokter untuk tinggal di rumah sakit. Tidak boleh berjalan ataupun menggerakkan kaki selama di sana. Terus di tempat tidur agar proses penyembuhan dapat berjalan sebaik-baiknya. Tulang itu tumbuh, dan akan menyempurnakan diri sendiri. Asal posisi tetap dan tidak bergerak, tidak bergeser ke kiri kanan.

Setelah keluar dari rumah sakit, harus memakai tongkat selama dua sampai tiga bulan. Kaki tidak boleh dibebani dahulu. Berjalan normal dapat membebani kaki dan membuat pertumbuhan tulang tidak lurus. Tongkat membantu agar beban kaki dapat tersalur ke tangan.

Pin disimpan rapat. Kenangan yang memberi pelajaran penuh hikmat. Bahwa jika umur sudah enam puluh empat, tidak baik main panjat memanjat. Apalagi tangga goyah dan tidak kuat. Melawan kodrat, menanggung akibat. Jika dapat bekerja 20 jam sehari di saat muda, jangan jumawa dapat bekerja dengan durasi sama ketika umur sudah makin menua. Jika dapat memanjat pohon dahulu kala, jangan pede dapat memanjat tangga ketika sudah lansia.

Pin di kaki membawa pelajaran pada jiwa. Membawa kelurusan walau tidak disuka. Harus diterima dan ditelan saja. Pada saatnya, kita akan berterimakasih padanya.

Demikianlah di dunia. Ada hal-hal yang harus kita bear (tahankan) agar lurus. Berguna walau tak dicinta. Harus diterima meski terpaksa. Kadang sementara, tapi dalam kasus-kasus tertentu, harus dijalani selamanya.

Untuk anakku, para siswa dan mahasiswa (dari mana gelar “maha” ini berasal?), belajar itu  kewajiban. Juga wajib untuk topik-topik yang tidak anda senangi. Dulu di waktu sekolah, saya tidak suka Fisika. Tapi sekolah mengharuskan saya lulus dengan nilai cukup. Apa boleh buat. Saya memaksa diri belajar Fisika untuk minimal mendapat nilai biru. Sebenarnya saya hanya suka matematika. Tapi tidak mungkin setiap hari hanya belajar matematika dan pelajaran lain ditinggalkan. Di sekolah maupun di universitas, selalu ada pelajaran ‘non-favorit’ anda. Tahankan diri. Kuatkan hati. Belajarlah juga pelajaran itu, agar lurus otak anda. Agar lulus sekolah anda. Di masa mendatang siapa tahu pengetahuan itu berguna dan handy saat diperlukan. Minimal, tanamkan di hati bahwa kewajiban ini sementara. “Setelah lulus, aku dapat belajar hanya topik yang aku suka.” Kesadaran ini dapat sedikit meringankan beban ketika harus belajar topik-topik non-favorit.

Saat bekerja, anda harus melakukan hal-hal yang tidak disuka. Anak saya dua tahun terakhir ini sudah mulai bekerja. Dari rumah berangkat pukul 06:00 pagi. Pulang ke rumah pukul 20:00 malam. Makan sebentar, tidak lama sudah “Zzzz…”. Tumbang tak dapat menahan kantuk.

Dia selalu menunggu akhir pekan. Di mana dia dapat bersantai tidak diburu pekerjaan. Ya, ini surga yang ditunggunya. Untuk itu dia harus menahan lima hari bekerja agar akhir pekannya dapat dinikmati penuh rasa.

Dulu saat mengelola proyek saya paling tidak suka membuat laporan. Selalu harus detail menceritakan apa yang sudah dilakukan. Saya pikir ini sangat menyita waktu, tidak berguna, berlebihan, bertele-tele, melelahkan, menambah pekerjaan. Bukankah cukup ketika kita sudah mengerjakan apa-apa yang benar-benar diperlukan proyek? Tugas satu, dua, tiga, sudah banyak menyita waktu. Di hari Jumat kita harus membuat tulisan mengenai semua apa yang sudah kita kerjakan. Wth.

Ternyata di saat-saat dispute, laporan ini sangat berguna menjelaskan satu dan lain hal. Tugas-tugas yang kita kerjakan tiga bulan lalu sudah terlupa detailnya. Tapi menjadi ingat ketika membaca kembali laporan proyek. Laporan menjadi sumber otentik segala tapak tilas kegiatan.

Demikianlah, ada hal-hal yang sangat menyebalkan untuk dikerjakan. Tapi siapa tahu ini bermanfaat bagi anda. Atau anda sebenarnya sudah tahu ini bermanfaat, tapi kemalasan melanda. Tahankan. Tetaplah mengerjakan. Buah tidak dipetik hari ini juga.

Ketika puasa semua menunggu maghrib. Siapa pun merasa lapar, haus, mengantuk saat berpuasa. Berita baiknya, ada saat berbuka di mana kita dapat menuntaskan haus dan lapar. Atau bagi sebagian orang, dorongan merokok.

Berita buruknya, ada orang-orang yang tiap hari berpuasa. Bukan karena ingin beribadah tapi karena memang makanan tidak ada. Orang-orang semacam ini harus menahan lapar dengan lebih berat. Karena mereka tidak punya batas waktu untuk “berbuka”. Percayalah, puasa dengan suka rela sangat ringan dibanding mereka yang berpuasa terpaksa. Karena waktu tak terbatas di hadapan. Kapan berbuka menjadi pertanyaan yang tak punya jawaban.

Para ulama hidup menunggu mati. Walau banyak halangan dan cobaan di dunia, mereka tetap bertahan hidup dan sama sekali tidak ada keinginan membunuh diri. Berapa banyak ulama ditahan di penjara dan disiksa di sana. Sampai akhir hayat mereka menunggu kematian dengan senyuman cinta. Untuk mereka, dunia memanglah penjara. Harus dijalani dengan sabar belaka. Bertahan hidup menunggu satu dari dua hal: hidup mulia di dunia atau mati syahid berharap surga.

Tahan menjalani hal-hal yang tidak disuka, menunjukkan tingkat kedewasaan pribadi. Tidak bermanja diri, tidak menuruti kemauan sendiri. Pikiran jernih mengalahkan hawa nafsu. Sabar, tabah, istiqomah menjalani hal-hal yang bermanfaat, walau itu tidak disuka.

Pamulang, akhir Januari 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *