Oleh: Bambang Santoso
Ada dua kejadian berurutan yang menggetarkan hati.
Kejadian pertama saat kami pergi healing ke satu curug di Kabupaten Bogor. Perjalanan ke sana lancar dan menyenangkan. Berdelapan kami berangkat dengan dua mobil. Mobil_1 dengan 4 penumpang, Mobil_2 demikian juga. Berangkat beriringan bak rombongan kawinan.
Setelah melihat curug, berjalan-jalan di sekitar, berenang-renang di danau, mandi, makan-makan, dan leyeh-leyeh, sore kami beranjak pulang.
Perjalanan pulang curam. Namanya juga gunung, ke sana menanjak tinggi, pulang dari sana menurun tajam.
Di satu tempat yang sudah mulai landai, posisi 2 mobil beriringan depan belakang. Di antara dua mobil kami ada satu motor menyelip di tengah. Jalanan cukup sempit hanya dapat dilalui satu mobil ke arah atas dan satu mobil ke bawah.
Tiba-tiba Mobil_1 berhenti mendadak. Motor berusaha mendahului Mobil_1 dari arah kanan. Tapi batal karena di depan ada mobil lain dari arah berlawanan. Motor berhenti di belakang Mobil_1 agak di sebelah kanan.
Melihat Mobil_1 berhenti, sopir Mobil_2 segera menginjak rem. Saat itulah dirasakan rem blong. Mobil_2 tidak berhenti segera. Sedalam-dalamnya rem diinjak, mobil terus meluncur. Walau sedikit melambat, tapi jarak tidak cukup untuk membuat Mobil_2 berhenti. Kami sudah membatin akan menabrak motor, mendorongnya sekaligus menggencetnya ke Mobil_1. Dapat dibayangkan apa akibatnya. “Allahu akbar,” semua bertakbir.
Untung ada sedikit ruang di kiri. Sopir mengarahkan mobil ke kiri, menyenggol spion motor di depan. Mungkin karena kontur tanah di kiri yang lembut Mobil_2 akhirnya dapat berhenti. Kira-kira 5 sentimeter dari Mobil_1.
Tabrakan dapat dihindari. Benar-benar nyaris menabrak motor dan mobil di depan. Untung (orang Jawa selalu mengatakan untung, apa pun keadaannya) motor dalam posisi akan menyalip, sehingga mepet ke kanan. Memberi ruang pas untuk satu mobil di sebelah kiri. Mobil_2 dapat mengambil celah sempit di antara motor dan pagar rumah di kiri. Dan untungnya (untung lagi kan, bandar ga pernah rugi) roda kiri keluar aspal dan menginjak tanah lembut. Ini berfungsi sebagai rem bagi mobil.
Pengendara motor marah marah. Menunjuk-nunjuk muka sopir, menggebrak kap mesin mobil, dan terus mengeluarkan sumpah serapah sampai ada orang yang menenangkan. Sopir Mobil_2 tidak bisa berkata apa-apa karena memang kamilah yang bersalah. Meski tidak murni kesalahan sopir, ini lebih karena kesalahan teknis. Motor kemudian bergerak menjauh, sambil masih marah-marah. Alhamdulillah, tidak ada luka berarti. Tidak ada insiden lebih parah terjadi.
-o0o-
Dipikir-pikir, betapa kami sangat beruntung. Sebelum kejadian ini, jalan menurun curam, berkelok-kelok, sebelah kiri tebing batu, di sebelah kanan jurang menganga tanpa pagar pengaman. Jika rem blong di daerah ini, habislah kami. Tanpa rem, mobil jelas tidak bisa dikendalikan. Makin menurun makin cepat. Akibatnya bisa sangat fatal.
Atau kejadian rem blong terjadi ketika sudah berada di jalan raya. Di mana jalan lebih lebar dan mulus. Kecepatan akan meningkat. Rem blong di jalan raya sangat berbahaya, bisa banyak korban karena ramai orang di kiri kanan.
Kejadian yang kami alami masih di desa, jalan sudah mulai landai, tidak banyak orang di sekitar, ada tanah lembut di sebelah kiri, kecepatan sedang-sedang saja.
Untungnya lagi (masih juga untung), motor berusaha untuk menyalip Mobil1. Sehingga posisi motor di pinggir kanan. Jika motor tepat di tengah di belakang Mobil1, tidak ada ruang di kiri yang memungkinkan Mobil2 menyelip. Korban tidak dapat dihindari.
Korban hanya spion motor. Itu pun tidak sampai patah atau pecah, hanya berubah arah. Marah marah sebentar itu hal yang wajar. Tidak ada luka, tidak ada lecet berarti.
-o0o-
Peristiwa kedua terjadi lima hari kemudian. Ada anak SMA mengendarai motor terjatuh di sungai di komplek kami. Kecelakaan terjadi pukul 21:30 malam. Motor melewati tikungan, mungkin terkena lobang di jalan, arah menjadi melenceng dan masuk sungai. Daerah situ memang minim penerangan jalan. Motor tersangkut di bronjong turab sungai, sedang pengemudi terjebur ke sungai. Tidak berapa lama motor juga terjatuh ke dalam sungai.
Penduduk berlarian berniat menolong. Tapi pengendara yang anak SMA itu sudah tidak kelihatan. Beberapa penduduk terjun ke sungai membantu mencari. Satu jam berlalu dan pengendara belum juga ditemukan. Ibunya yang diberitahu datang segera ke lokasi, dan terus menjerit-jerit memanggil anaknya. Keadaan sungai gelap, tidak ada lampu penerang. Penduduk kebanyakan memakai senter di HP. Beberapa memakai senter rumahan yang tidak mampu menembus pekatnya malam.
Padahal sungai tidak begitu dalam. Air sedang surut. Arus tidak deras. Tetap saja anak itu tidak ditemukan. Saya hitung ada delapan orang terjun ke sungai melacak keberadaannya. Tapi gelap menghambat usaha pencarian ini. Sampai akhirnya team SAR dari Kotamadya datang membantu. Dengan lampu-lampu sorot besar dan terang serta perahu karet untuk menyusur sungai, akhirnya anak tersebut ditemukan kurang lebih 100 meter dari tempat terjatuh. Segera dievakuasi, diangkat ke atas. Tapi nyawa sudah tidak tertolong. Ibunya menangis meraung-raung mendengar berita ini.
-o0o-
Dari dua kejadian ini saya merenung berkontemplasi. Allah swt masih memberi kesempatan kepada kami untuk memperbaiki diri. Dipikir-pikir, betapa masih sedikitnya tabungan untuk akhirat nanti. Dan Allah swt berkehendak memanjangkan umur agar kami dapat beramal lagi, memperbaiki akhlak dan hati, bersyukur atas karuniaNya, beristighfar atas dosa, menambah kemanfaatan kami untuk dunia, dan agar terus tak henti berdoa memohon ridho dan rahmat Sang Maha Kuasa.
Sedang di kejadian kedua, Allah swt berniat mengambil jiwanya. Jangan su’uzhon juga. Mungkin sudah cukup amalnya, bersih hatinya, serta ditakutkan ada kejadian yang akan dapat mengurangi iman dan menjerumuskan ke dosa. Sehingga diwafatkan sekarang lebih baik baginya.
Tiada yang tahu kehendakNya. Pasrah dan siap menghadapNya adalah sikap terbaik.
Oleh-oleh dari perjalanan ke curug Lumut Endah, Kab. Bogor
Pamulang, Februari 2023