Oleh: Bambang Santoso
Pulasara ini kata baru. Satu kata kerja yang menurut KBBI artinya urus, pelihara. Dalam hal pulasara jenazah, khususnya dalam agama Islam, ini meliputi memandikan, mengkafani, menshalatkan dan memakamkan. Profesi ini belum banyak yang menggeluti. Terutama karena jenazah konotasinya adalah kengerian, hantu, pocong, dan semacamnya. Sehingga tidak jarang orang takut berdekatan dengan jenazah. Padahal jenazah adalah makhluk paling penurut. Tidak membantah ketika dibolak-balikkan, ditelungkupkan, ditelentangkan. Walau semasa hidup dia preman galak, atau jendral besar berwibawa, akhir hidupnya menyerah kepada penyelenggara jenazah. Dimandikan, ditutupi kain kafan, dibungkus macam lemper. Tidak ada perlawanan sama sekali. Tidak ada protes dari jenazah.
Sebenarnya beruntung orang-orang yang berprofesi sebagai pemulasara jenazah. Tiap saat melihat akhir hayat seseorang dan dapat bercermin dari mereka.
Ada seseorang yang saya kenal, katakan namanya Ibu Atik, yang berprofesi sebagai pengurus atau pemulasara jenazah. Dia bercerita ada tetangganya seorang nenek yang sholihah. Selalu tersenyum setiap bertemu. Tidak pernah terdengar keluh kesah dari mulutnya.
Tiap pekan nenek ini khatam membaca Al Quran. Komplit 30 juz. Diulangi lagi dan lagi. Entah berapa kali khatam semasa hidupnya. Karena bertetangga dempet dia dapat mendengar lamat-lamat lantunan ayat Al Quran dibaca oleh sang nenek setiap hari. Dimulai dari jam 3 pagi.
Nenek sholihah meninggal baru-baru ini. Hari Jumat sekitar jam tujuh pagi nenek itu meninggal di rumah sakit. Keluarganya dengan bekal BPJS mengurus pengeluaran jenazah dari rumah sakit. Hal yang biasanya lama, rumit, berbelit ternyata sangat dimudahkan. Saya biasa mendengar pengeluaran jenazah dari rumah sakit dengan pengurusan BPJS memakan waktu empat sampai lima jam. Tapi jenazah nenek sholihah hanya memerlukan dua jam untuk sampai di rumah. Segera diurus tanah makam untuk tempat penguburan. Dan langsung digali.
Ibu Atik dan team adalah pemulasaranya. Sang nenek dimandikan, dan dikafani dengan segera oleh team pemulasara. Jam 11 semua sudah beres. Jenazah sudah dikafani dengan rapi. Tanah makam selesai diurus dan sudah digali. Sehingga jenazah dapat dibawa ke masjid sebelum shalat Jumat dan dishalatkan ba’da Jumatan oleh para jamaah. Sekitar 600 orang ikut salat jenazah.
Ibu Atik yang memulasara jenazahnya menangis: “Saya belum tentu bisa meninggal sepertimu, Nek. Segala hal dimudahkan untukmu. Betapa inginnya aku mati seperti Nenek.” Ini karena melihat semua hal mengenai kepengurusan jenazah sangat lancar, mudah, dan cepat. Sama sekali tidak ada aral melintang apa lagi memalang. Jenazah dilepas pergi oleh ratusan orang. Ini menurut kepercayaan Ibu Atik adalah tanda si mayyit husnul khotimah.
Kalau iman sedang turun, bisa dicoba ikut memandikan jenazah. Niscaya anda akan merasakan sensasi mendekat ke liang kubur.
Para peristiwa lain, seorang tetangga Ibu Atik mengandung dan kandungan sudah berumur 8 bulan. Sayang, bayi meninggal dalam kandungan. Sayangnya lagi, bayi ini ketahuan meninggal di hari Sabtu. Tidak ada dokter kandungan di hari Sabtu. Mungkin karena sang ibu memakai BPJS untuk pembayaran. Hari Ahad pun tidak ada dokter. Hari Senin dokter tersebut cuti pergi ke luar kota. Alhasil, baru di hari Selasa bayi dapat dikeluarkan dari rahim. Tentu sudah meninggal. Tapi sebenarnya ini membahayakan ibunya. Hari Sabtu sampai Selasa bayi sudah meninggal dan tetap di dalam kandungan.
Ketika dikeluarkan, bentuk bayi sudah sangat lunak, seperti agar-agar. Ibu Atik termasuk team pemulasara bayi itu. Mereka memandikan dengan sangat hati-hati. Sedikit tergesek, kulit bayi terkelupas. Akhirnya lebih banyak disiram air daripada diusap ataupun dibersihkan. Karena sedikit saja mengusap dapat mengelupas kulit dan membuat bayi terlihat mengerikan. Butuh waktu lama untuk memandikan jenazah. Padahal memandikan bayi biasanya sangat mudah dan singkat.
Cerita yang sangat mengenaskan. Bukan dengan maksud mengatakan bahwa kasus kedua adalah karena ibunya sedikit melakukan ibadah. Sama sekali tidak. Jauh dari kata menghakimi orang tuanya. Juga bukan ingin menghakimi BPJS maupun rumah sakit, yang sangat lambat dalam menangani kejadian bayi meninggal dalam kandungan. Ini dapat beresiko kematian pada ibunya. Karena bayi meninggal dalam kandungan dapat meracuni ibu. Harus segera dikeluarkan.
Kejadian ini mengajarkan kepada Ibu Atik bagaimana alam bertindak, atau lebih tepatnya, bagaimana Allah swt berkehendak. Satu kasus sangat dimudahkan segalanya. Satu kasus lagi sulit untuk mendapatkan solusi. Tertunda dan berlama-lama.
Ini cerita-cerita yang membuat kita wajib meningkatkan iman dan memperbanyak doa permohonan kepada Allah swt, Penguasa Semesta Alam, agar kita dapat wafat husnul khotimah.
Allahumma inna nas’aluka husnal khotimah.
Tangerang Selatan, pertengahan Januari 2023