Bambang Santoso adalah orang biasa saja. Tidak royal karena kaya, tidak meminta-minta karena miskin. Tidak intelek dengan pintarnya, tidak terhina karena bodohnya. Tidak menjadi selebriti karena tampannya, tidak membuat orang lari karena jeleknya. Pokoknya kalau bertemu tidak akan menimbulkan kesan apa pun. Bagai bertemu rumput di lapangan di antara sekian ribu rumput lain.
Dia orang yang ingin belajar. Lebih senang mendengar daripada didengar. Lebih senang melihat daripada dilihat. Lebih senang mendapat nasehat daripada menasehati. Walau umur sudah setengah abad, tidak mengganggunya untuk belajar dari yang lebih muda. Menurutnya, gelas yang penuh tidak bisa lagi menerima isi. Lebih baik menjadi gelas kosong, mudah menerima pelajaran dari mana pun.
Belajar bisa dari pengalaman pribadi. Pengalaman adalah guru terbaik, demikian kata orang. Tapi sayangnya, pengalaman selalu datang terlambat. Setelah tersandung, baru tahu bahwa di tempat itu ada akar menonjol. Setelah terpeleset baru tahu kalau jalan di situ licin. Maukah mendapat kecelakaan fatal hanya karena ingin mendapat pengalaman tertabrak bis?
Maka cara kedua adalah belajar dari pengalaman orang lain. Bisa dari membaca buku, bisa dari ikut kuliah atau mendengarkan ceramah. Tapi yang paling bagus – setelah pengalaman pribadi – adalah pengalaman langsung dari orang pertama. Bertemu orang yang punya pengalaman itu, mendengar dia berkisah. Bisa betah mendengarkan cerita macam itu.
Sangat baik bila bisa belajar dari orang-orang hebat yang sudah sukses. Cara mahalnya, belajar dari seminar, kuliah, simposium, atau lain-lain yang berbayar. Di sana akan didatangkan pembicara-pembicara hebat. Cara murahnya, rajin-rajin cari ceramah dan seminar gratis atau yang murmer. Sering ada kok, tapi biasanya pembahasan tidak mendalam. Hanya kulit luar saja. Tidak apa-apa. Itu cukup untuk memotivasi dan memberikan gambaran umum mengenai ilmu yang dimaksud.
Jadi ngelantur membicarakan yang lain nih. Kembali ke laptop, Bambang adalah orang sederhana, simple, lurus-lurus saja. Kadang dia sukar memahami jalan pemikiran orang yang njlimet, penuh rahasia dan pertimbangan halus. Lebih senang pembicaraan yang langsung, to the point. Dia agak sukar mengikuti pembicaraan jika banyak ide digabung menjadi satu. Karenanya, sebenarnya dia lebih cocok di teknis daripada politik. Lebih betah bekerja daripada lobbying. Lebih senang membahas satu topik daripada melebar ke mana-mana.
Tapi hidup tidaklah hitam putih. Juga tidak strict satu warna saja. Kadang merah, kadang hijau, kadang perpaduan antara keduanya, ketiganya, keempatnya, kelimanya, … Tidak bisa memilih satu warna saja. Ilmu pengetahuan manapun tidak pernah tuntas membahas hidup. Karenanya di dalam suatu ilmu pasti ada penyederhanaan masalah. Inilah uniknya hidup. Maka Bambang berprinsip, mari dinikmati saja hidup ini. Tidak semua hal harus bisa dipahami.
Depok, Juli 2013
2 thoughts on “Mengenai Saya”