Seorang teman pernah bertanya pada saya: “Mana yang anda pilih: baik atau benar?” Ketika saya memilih baik, dia mengatakan: “Seharusnya kita memilih benar. Contohnya, memberi gratifikasi adalah perbuatan baik. Dan membuat kita terlihat baik di mata penerima. Tapi itu salah menurut hukum. Akibatnya sudah jelas, pengadilan menanti.”
Saya berpikir ulang, dan harus mengakui kebenaran jawaban dia. Peristiwa berikut membuat saya yakin.
***
Tetangga kos saya kedatangan tamu. Seorang bapak tua, berumur 85 tahun. Giginya sudah habis tanggal, tapi masih dapat berjalan tegap dan gagah. Rokok tidak pernah lepas dari bibir. Berikut percakapan saya dengan beliau.
Sy: Pak, kemari menengok saudara?
Bp: Ya, dan juga memenuhi panggilan.
Sy: Panggilan apa pak?
Bp: Masang susuk.
Agak terkejut saya. Hampir tak percaya mendengarnya.
Sy: Susuk apa pak?
Bp: Susuk berlian
Sy: Buat apa dipasangi susuk?
Bp: Ya supaya cantik, menarik.
Sy: Memang siapa yang manggil, pak?
Bp: Seorang wanita pengusaha.
Sy: Akan dipasang di bagian tubuh yang mana?
Bp: Ya, bisa di mana-mana tergantung permintaan nanti.
Sy: Biasanya di bagian mana?
Bp: Ada yang di mata, ada di mulut, pipi, di pergelangan tangan, dan lain-lain. Bahkan di organ kemaluan juga ada.
(Astaghfirullah, saya membatin)
Sy: Apa khasiatnya?
Bp: Ditaruh mata supaya mata kelihatan cantik. Di mulut supaya perkataan dipercaya. Di tangan supaya orang gampang memberikan materi padanya.
Sy: Oh, begitu? Apa memang terbukti khasiatnya?
Bp: Oh, jelas terbukti! (beliau mengucapkannya dengan sangat mantap, sambil mengacungkan jempolnya) Sudah banyak orang yang membuktikan. Ada yang pasang satu, masih kurang terus nambah satu lagi. Terus nambah satu lagi, sampai enam susuk di tempat berbeda di sekujur tubuhnya.
Sy: Wah…!?
Bp: Karena dia sudah membuktikan khasiat susuk.
Sy: Bentuk susuk kayak apa sih pak?
Bp: Kecil macam jarum halus. Sekitar 1 cm panjangnya.
Sy: Ada jenis-jenisnya?
Bp: Ada susuk berlian ada susuk emas.
Sy: Terus, masang susuk harus pakai baca-bacaan ya pak?
Bp: Ya, pasti. Harus pakai bacaan. Kalau tidak, tidak ada khasiatnya.
Sy: Apa bacaannya?
Bp: Pertama syahadat.
Sy: Syahadat? (sungguh saya tidak percaya mendengarnya!)
Bp: Iya. Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah.
Sy: Terus?
Bapak itu menyebutkan baca-bacaan dalam bahasa daerah. Tidak ingat persis tapi kira-kira begini terjemahannya.
Bp: Di bawah bulu ada kulit, di bawah kulit ada daging, dalam daging ada tulang, dalam tulang ada sumsum. Saat terciptanya dunia ada satu pokok pohon, satu pokok berbunga 4 berserbuk 360 kurang 6.
Demikian seterusnya bapak itu menyebutkan bacaan ketika memasang susuk.
Sy: Biasanya siapa yang ingin dipasangi susuk?
Bp: Ya macam-macam. Ada penyanyi dangdut yang ingin tampil cantik menarik. Ada pengusaha supaya dapat banyak proyek. Ada karyawan agar dicintai atasan dan cepat naik pangkat. Ada juga lelaki yang ingin punya istri cantik. Nak ini juga bisa kalau ingin istri kedua yang cantik!
Sy: Whoa … nggak usahlah pak. Istri satu saja sudah keteteran ngurusnya.
Bp: Kalau dua istri barangkali lebih gampang diurus.
Sy: Ga usahlah pak. Terima kasih banyak….
Setelah pembicaraan dengan bapak itu saya merenung. Beliau menganggap perbuatannya baik. Dia menolong banyak orang mencapai apa yang diinginkan mereka. Ada yang ingin dapat banyak proyek, ada yang ingin dicintai, ada yang ingin diberi banyak materi. Bukankah menolong orang itu suatu perbuatan baik?
Sayangnya dia memakai bantuan jin untuk mencapai maksud tersebut. Meski pun dia tidak menyebutkan memakai jin, tapi dari cara pemasangan susuk yang harus disertai mantra-mantra, saya yakin ada keterlibatan jin di sini.
Maka kemusyrikan adalah keniscayaan. Sangat disayangkan. Niat menolong orang tapi tidak dengan jalan yang benar maka hasilnya tidak sesuai dengan syariat.
Saat itu saya menyadari perbuatan baik tidaklah selalu benar. Dan perbuatan benar tidaklah selalu baik. Dan ini adalah pilihan hidup manusia.
Depok, 21 Mei 2014