Kenikmatan kecil? Ya, tadinya saya berpikir seperti itu. Tapi ketika sakit pembengkakan prostat dan harus dioperasi, pikiran berubah total. Tidak ada yang namanya kenikmatan kecil!
***
Saya jadi sukar kencing saat itu. Bahkan sampai sama sekali tidak dapat kencing. Dan – percayalah – sakitnya bukan main. Sudah tidak tahan akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Ketika di perjalanan, lalu lintas macet parah. Saya meliuk-liuk, melintir-lintir di mobil karena tidak tahan nyeri. Duhai, buang air kecil yang tadinya saya anggap kenikmatan kecil, atau bahkan tidak saya anggap sebagai nikmat, sekarang terasa suatu nikmat luar biasa. Betapa saya merindukan bisa kencing!
Dan , betapa saya mendamba lalu lintas yang lancar. Macet begini rupa benar-benar tambahan siksaan.
Sampai di IGD rumah sakit, petugas memasang selang kateter langsung ke kandung kemih. Perih? Ya iyalah. Tapi setelahnya air kotor itu keluar dari tubuh saya. Serasa mendapat anugerah dari langit. Rasa perih, melilit, menjadi hilang. Oh, beginilah nikmatnya bisa keluar air kencing. Sampai satu setengah liter air kotor itu ditampung. Ketika sudah dibuang, masih ada lagi yang keluar. Mungkin 1,8 liter berada di kandung kemih saya sebelumnya. Keluarnya air kencing itu menghilangkan keluh kesah dan rintihan saya.
***
Ranjang sebelahku di IGD kosong. Namun beberapa menit kemudian datang seorang anak digotong keluarganya dan ditempatkan di ranjang sebelah. Saya tidak bisa melihat jelas karena terhalang korden.
Tapi dari pembicaraan saya menangkap bahwa anak tersebut tenggelam di kolam renang. Sudah ditolong petugas tapi kelihatannya terlambat. Ketika dibawa ke rumah sakit, lalu lintas macet berat. Ya, mereka melalui jalan yang sama dengan saya sebelumnya. Jadi saya tahu keadaan lalu lntas di situ.
Malangnya, ketika ditolong petugas tidak berapa lama petugas rumah sakit mengatakan bahwa nyawa anak itu sudah tidak bisa ditolong. Oh, betapa ayah ibunya menjerit mendengar kabar itu.
Jadi jangan lagi menganggap lalu lintas lancar itu kenikmatan kecil. Macet itu dapat mengambil nyawa seseorang. Mungkin jika anak itu dapat segera mendapat pertolongan, nyawanya dapat terselamatkan.
***
Saya pindah rumah sakit mencari peralatan yang lebih lengkap. Di kamar perawatan, di ranjang sebelah ada pak Dedi, pasien yang punya masalah di usus. Sudah sebulan di rumah sakit, sudah lima kali menjalani operasi.
Hari itu dia bisa berak. Alangkah bahagianya. Sudah sebulan lebih tidak bisa BAB dan hari itu BAB. Banyak lagi. Betapa gembiranya. Langsung telepon istrinya menceritakan kabar gembira ini. Kemudian menelepon ayah bundanya. Lalu tiap ada tamu datang dia ceritakan dengan antusias bahwa dia sudah bisa BAB. Berarti ususnya sudah “menemukan” jalannya lagi.
BAB itu benar-benar membahagiakan pak Dedi tetangga ranjangku. Betapa dia ingin bercerita pada seluruh dunia bahwa dia sudah bisa BAB.
Berani menganggap BAB itu kenikmatan kecil?
***
Ada selang infus di tanganku yang membuat tangan tidak bisa bergerak bebas. Bagi yang pernah diinfus pasti tahu bahwa saat tersakit adalah ketika ditusukkan jarum infus. Jika tangan banyak bergerak setelahnya, jarum bisa bergeser tidak lagi di saluran darah. Cairan infus tidak bisa mengalir. Mampet, istilahnya. Maka jarum harus dicabut dan ditusukkan lagi ke saluran darah lain. Membayangkan itu sudah cukup membuat saya sangat berhati-hati menggerakkan tangan.
Ditambah adanya kateter di saluran kemih. Dua “ikatan” ini membuat tidur tidak bisa miring ke kanan dan ke kiri. Lama-lama ini membuat punggung basah karena keringat. Maka susah payah saya memiringkan tubuh. Sebentar ke kiri sebentar ke kanan. Dengan luka operasi dan dua ikatan selang yaitu infus ke kiri dan kateter ke kanan, sungguh, ternyata sukar melakukan itu. Miring kanan miring kiri adalah satu kenikmatan besar yang sedang diambil dari saya saat itu.
Oh, saya tidak berani lagi menganggap miring kanan kiri itu satu kenikmatan kecil. Tidak akan lagi!
***
Dan memang jika dipikir-pikir ternyata banyak sekali kenikmatan-kenikmatan yang kita anggap kecil. Tapi ketika itu dicabut dari kita, barulah kita sadar bahwa itu adalah suatu kenikmatan besar!
Jadi pernahkah kita bersyukur karena kaki bisa berjalan? Tangan bisa menggenggam? Jari bisa menekuk? Pergelangan tangan bisa bergerak? Usus bisa mencerna makanan? Paru-paru bisa menghirup udara? Jantung bisa terus berdetak? Mata bisa melihat?
The list is endless….
Depok, Januari 2017