Investasi Bodong (1)

coin01a

Saat itu saya lagi rajin-rajinnya beribadah. Shalat malam, baca al Quran pagi sore, puasa Senin Kamis, sedekah rajin, dan lain-lain. Dan di saat itu pula saya diuji. Uang Rp 400 juta hilang kena investasi bodong.

Tidak tahu buat anda, tapi buat saya uang empat ratus juta itu banyak, sangat banyak. Mana anak saya akan lulus SMA tahun ini. Perguruan tinggi biarpun negeri akan menyedot banyak biaya. Padahal beberapa bulan lalu anak saya bertanya apa dia boleh melanjutkan pendidikan ke Turki. Dengan pede saya jawab ya. Dia bertanya: “Apa ada dananya?” Saya jawab mantap: “Insya Allah”.

Sebelumnya dana investasi ini berbuah manis. Ya, itulah investasi bodong. Berbuah sangat manis, sayangnya tidak bertahan lama. Buah berhenti dan pokoknya ikut hilang.

Saya tercenung, terpukul. Istri menangis ketika tahu dana kami menghilang begitu saja sewaktu bos besar raib. Tabungan tinggal 40 juta rupiah dan itupun dengan cepat menyusut. Usaha warung makan belum berkembang seperti yang diharapkan. Kami ragu menyampaikannya ke anak. Akankah kami larang dia ke luar negeri? Padahal dia sangat berkeinginan untuk ke sana. Tidak hanya belajar ilmu tapi juga belajar karakter orang-orang Turki. Akhirnya kami membuat deal, dia boleh ke Turki asal mendapat bea siswa.

“Mungkin kehilangan ini untuk menghapus dosa dan harta haram yang tidak ketahuan kita dapatkan,” kami menghibur diri.

Ketika bercerita ke teman, ternyata dia juga pernah kena investasi bodong Rp 115 juta di tahun 1999. Wuih, kehilangan seratus juta di tahun 1999 itu banyak lho. Nasehatnya:

1. Jangan pernah berpikir investasi akan kembali utuh. Siapkan mentalmu. Dan memang uang dia tidak kembali sama sekali saat itu.

2. Jika bergerak bersama dengan seluruh investor, prosesnya lambat, bertele-tele tidak ada ujungnya karena banyak kepala. Jalan pintas adalah dengan menyewa debt collector. Mereka lebih tahu bagaimana menarik uang dari bos tersebut.

Saya ucapkan terima kasih atas nasehatnya. Hampir saya mencari debt collector saking kesalnya dengan si bos. Tapi setelah dipikir-pikir, itu adalah usaha egois. Apakah kejahatan harus dibalas dengan kejahatan? Dan bukankah itu jalur illegal alias tidak resmi, tidak menurut hukum? Lagi pula kita tidak bisa melacak kerja debt collector. Bagaimana bila mereka mendapat empat ratus juta tapi mengaku hanya dapat seratus juta? Sanggupkah kami berhadapan dengan mereka?

Akhirnya ide debt collector saya buang jauh-jauh.

Teman lain menghibur: “Itu tetap harta kamu. Kalau tidak di di dunia, kamu akan mendapatkannya di akhirat. Jadikan itu tabungan akhirat buatmu.”

Ok, masih bisa dipakai sebagai pembenaran. Ucapan beliau selanjutnya membuat saya tersenyum: “Saya pernah juga ditipu seperti anda,” kata teman saya itu. “Istri saya menangis pilu. Saya hibur dengan ibarat pohon kayu. Jika pohon ditebang, ia akan menjadi pendek, kehilangan pokoknya. Tapi perlahan-lahan akan tumbuh tunas baru. Tidak hanya satu tapi dua tiga bahkan empat cabang. Pada akhirnya, hasilnya akan lebih banyak dua, tiga atau empat kali lipat.”

Perumpamaannya masuk akal. Yah, kini kami berharap bahwa kejadian ini akan memunculkan tunas-tunas kesempatan baru. Yang nantinya akan menghasilkan berlipat kali dari yang telah terpotong. La taiasu li rouhillah. Jangan pernah berputus ada terhadap rahmat Allah swt.

Ketika ada rapat para investor korban investasi bodong ini, ada satu peserta mengucapkan kata-kata berkesan bagi saya. Beliau sudah sepuh, saya rasa berumur di atas 70 tahun. Kata beliau: “Saya sudah yakin bahwa uang saya yang bermilyar rupiah itu hilang, sudah hilang,” katanya berapi-api. “Tapi saya harus berikhtiar mendapatkannya kembali. Kalau saya tidak berikhtiar, saya merasa berdosa pada mendiang istri saya. Uang itu kami kumpulkan bersama saat kami masih berdua. Jadi walau saya tahu saya tidak akan mendapatkan uang saya kembali, saya harus dan akan tetap berikhtiar mendapatkanya. Demi mendiang istri saya.” Mata saya sempat berkaca-kaca mendengar perkataan beliau.

“Ikat ontamu dan bertawakallah” Berusahalah, kemudian serahkan hasilnya pada Allah swt.

Tugas muliamu hanya berusaha secara maksimal. Engkau tidak bertanggung jawab atas hasil.

Depok, Juni 2013

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *