Haram Terpaksa dan Haram Sukarela

Ada kucing datang ke rumah. Kucing bagus, penurut, imut, muka bulat lucu, dengan bulu tebal. Orang mengatakan dia dari jenis Himalaya.

Dia kelihatan lapar. Tapi ketika diberi daging ayam dia tidak mau makan. Diberi daging sapi juga tidak mau. Apalagi nasi campur teri. Bingung kami dibuatnya.

Ketika kami beri makanan kucing pabrikan, baru dia mau makan dengan lahap. Rupanya kucing gedongan, harus diberi makanan khusus.

***

Ada fenomena haram terpaksa. Kucing ini saya sebut haram terpaksa. Dia tidak mau makan ayam, daging sapi, teri, apalagi cicak dan tikus hidup. Karena memang tidak mau. Padahal makanan ini biasa dimakan kucing kampung. Sampai mati pun dia tidak akan mau makan makanan kucing kampung.

Seperti juga singa. Singa dikurung di kandang, diberi makan rumput dan daun segar. Sampai mati pun dia tidak akan mau makan.

Sedang kalau sapi dikurung di kandang dan diberi berkilogram daging segar, sampai lebaran kuda pun dia tidak akan mau makan. Beda 180 derajat dengan singa.

Haram terpaksa ini karena memang tidak mau dan tidak bisa makan yang bukan makanannya. Mungkin seperti kita disuruh makan kayu. Ya keras dan kita tidak mau. Padahal kayu makanan lezat bagi rayap. Maukah kita makan makanan yang sudah busuk? Tentu tidak mau. Tapi belatung memakannya dengan lahap.

***

Kalau haram suka rela itu sebenarnya kita mau dan bisa makan. Tapi kita sendiri melarang diri. Contoh adalah daging babi. Kita sendiri sebenarnya mau makan. Terus terang, saya pernah makan daging babi karena ketidaktahuan. Saat itu saya makan di salah satu restoran. Di menu tertulis nasi campur. Di pikiran saya, nasi campur adalah nasi dengan ayam, sayur, sambal, dan lainnya. Ketika saya pesan, yang datang mirip dengan yang saya bayangkan, tapi dengan daging, bukan dengan ayam. Ya saya langsung makan, wong sedang lapar. Tapi terasa lain. Ketika saya tanyakan ke karyawan restoran, mereka mengatakan itu daging babi. Owa… Langsung saya hentikan makan. Tapi sudah terlanjur tertelan. Enak sih.. Tapi karena haram ya harus berhenti.

Daging babi itu haram sukarela (untuk muslim). Siapa mau makan monggo, siapa mau meninggalkan monggo. Hanya diberi catatan, Allah tidak menyukai orang yang makan babi.

***

Ada lagi haram suka rela yang lain. Yang lebih pelik untuk dilakukan. Yaitu tindakan. Membohongi orang itu haram sukarela. Anda bisa melakukan, anda bisa meninggalkan. Tapi dengan catatan keras Allah tidak menyukai orang yang berbohong. Apalagi menipu.

Korupsi juga demikian. Anda bisa melakukan, atau anda bisa menahan diri untuk cukup dengan gaji saja. Asal tahu, Allah membenci orang yang mengambil sesuatu yang bukan hak.

***

Haram sukarela itu tindakan yang meningkatkan martabat seseorang menjadi manusia. Membedakannya dengan binatang. Semua binatang diharamkan dengan paksa. Hanya makan ini dan itu sesuai dengan yang ditetapkan. Yang makan daging, tidak mau makan rumput. Yang makan rumput tidak mau makan daging.

Manusia boleh makan segalanya. Bahkan semen dan aspal pun dimakan. Kepada manusia “diharamkan secara sukarela” hal-hal tertentu. Yang manusia sebenarnya bisa melakukannya. Tapi manusia harus bisa menahan dirinya. Inilah pengelolaan diri. Makin bisa mengelola diri, makin tinggi tingkatan manusia.

Quote: Kalau engkau tidak punya malu, berbuatlah semaumu.

Kalimat ini bukanlah anjuran untuk berbuat apa saja. Tapi malu adalah bagian dari iman. Kita sebaiknya memuliakan rasa malu. Maukah kita berjalan keluar tanpa busana? Tentu kita malu. Beda dengan binatang. Hendaklah kita tinggikan rasa malu. Jika punya malu, maka kita tidak akan berbuat seenaknya. Malu korupsi. Malu menipu orang. Malu berbuat tak senonoh.

***

Sebenarnya kita bisa dipaksa untuk diharamkan. Dapatkah Allah membuat tangan kita terluka saat mengambil uang yang bukan hak kita? Yakin bisa. Dapatkan Allah membuat lidah kita terasa terbakar ketika berbohong? Tentu bisa.

Tapi kita tidak dibuat demikian. Kita dibebaskan berbuat apa pun yang melanggar perintah-Nya. Haram sukarela. Siapa mau menahan dirinya, derajatnya naik. Siapa yang hanya mengikuti nafsunya, dia tidak beda dengan binatang. Bahkan lebih rendah dari binatang.

Mari tingkatkan derajat luhur manusia. Jangan merendahkan diri dengan melakukan hal-hal yang diharamkan.

Pamulang, Juni 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *