Ga Papa Kok

Saudara saya sakit asam urat. Sebulan di rumah sakit, dioperasi dua kali di bagian paha dan betis. Pada operasi pertama 1,2 liter air dikeluarkan dari paha. Operasi kedua mengeluarkan 2,3 liter air dari betis. Air apa itu? Air yang dibentuk dari asam urat. Wuih, sampai segitu banyak?

Ada dua salah persepsi beliau tentang asam urat yang dia ceritakan. Pertama, asam urat itu biasanya menumpuk di persendian. Tapi kalau tidak mengganggu ya tidak apa-apa. SALAH. Namanya di persendian ya pasti mengganggu. Saudara saya mengatakan lututnya sudah sukar digerakkan karena adanya asam urat yang membatu di sana. Menghalangi gerakan. Dan karena asam urat itu sifatnya asam (ya iyalah) maka sedikit demi sedikit akan merusak tulang yang sebenarnya.

Persepsi kedua, selama ini kadar asam uratnya selalu tinggi. Berkisar 9 – 10 dari normalnya 7. Tapi dia tidak merasa apa-apa. “Ga papa tuh”. Maka dia tidak berpantang makan apa pun. Persepsi ini juga SALAH BESAR. Bagaimana pun kadar asam urat yang tinggi di dalam darah berpengaruh. Darah menjadi berat. Jantung lebih keras bekerja. Ginjal yang menyaring darah terkena dampak. Hati kena imbas juga. Semua bagai mobil yang selalu kelebihan muatan. Membuat organ-organ dalam tubuh cepat aus.

Kadar asam urat tinggi dalam darah membuat tubuh memproduksi cairan. Karena darah berusaha menormalkan kadar asam urat, dia berusaha mengeluarkan kelebihan asam urat itu dari dirinya. Berupa cairan yang bisa berhenti di mana saja dia mau. Kebanyakan berhenti di sendi dan bila bertumpuk menjadi memadat, mengeras, mengganggu persendian. Dalam kasus saudara saya, cairan itu selain di persendian, juga menumpuk di paha dan betis. Membuatnya bengkak. Tadinya dokter bingung dan tidak tahu cairan apa itu. Setelah diperiksa di lab, barulah mereka sadar bahwa itu adalah cairan asam urat.

***

Ada banyak kasus seperti ni. Orang tidak berolah raga dan merasa fine fine ajah. Orang makan tanpa memperhatikan kandungan gizi, dan karena sehat-sehat saja selama ini mereka tidak mengubah pola makan mereka. Di satu hari Ahad ketika saya dan istri jalan pagi, kami bertemu seorang bapak yang batuk-batuk terus tapi tidak berhenti merokok. Komentar istri: “Ih, itu bapak batuknya dalam banget tapi masih saja terus merokok”.

Banyak orang tidak menyadari kesalahan sampai sudah sangat terlambat. Dan sayangnya waktu tidak bisa diputar ulang

Dalam kasus kesehatan, sebenarnya ada barometer yang bisa kita pegang yaitu hasil lab. Ada patokan yang jelas. Misal, asam urat normal adalah di bawah 7. Tekanan darah normal di 120/80. Kolesterol harus di bawah 200, dan lain-lain. Dunia kedokteran sudah punya standar yang cukup akurat. Tinggal kita mau mematuhinya atau tidak.

Ada lagi yang tidak punya alat ukur.

Ketika suami banyak menyakiti istri, dia sebenarnya punya penyakit di dalam dirinya yang tidak dia sadari. Atau dia sadari tapi dia cuek saja. “Cairan asam urat” ini menumpuk di hubungan suami istri. Dan baru disadari ketika sudah memadat, mengeras, membatu. Ketika sudah sangat terlambat dan tidak bisa diperbaiki.

Orang tua memaki anak. Ini sesuatu yang salah yang tidak disadari. “Kamu bodoh”, atau “Pemalas kali kau”, atau “Anak nakal kamu!”.

Setiap perkataan adalah doa. Maka sebenarnya makian orang tua itu menjadi doa bagi anak. Orang tua mendoakan anaknya supaya menjadi bodoh, menjadi pemalas, dan lain-lain yang jelek. Dan baru sadar ketika sudah terlambat. Anaknya menjadi seperti yang didoakan. Bukankah lebih baik berkata “Anak manis” atau “Anak pintar” ke anak sendiri?

Berbuat baik ke orang tua itu wajib. Ada anak yang tidak berbakti ke ayah ibu saat keduanya sudah menua. Dan baru sadar ketika keduanya telah tiada. Sudah terlambat dan tidak ada obat yang bisa menghidupkan almarhum/almarhumah.

Ada hal-hal salah yang kita lakukan tapi kita tidak tahu bahwa itu salah. Ketika melihat anak kita main gadget melulu dan tidak belajar, kita tahu bahwa dia salah. Dia baru belajar ketika akan ujian. Yang berarti sudah terlambat. Kita melihat orang begadang main kartu sepanjang malam, kita tahu dia salah. Merusak kesehatan dan buang waktu sia-sia.

Itu ketika kita melihat orang lain. Sangat mudah mengatakan bahwa mereka salah. Tapi ketika melihat diri sendiri, kita tidak tahu mana hal yang salah yang terus kita lakukan.

Terus bagaimana memperbaiki?

Ada dua keadaan.

Keadaan pertama adalah kita tidak tahu bahwa itu salah. Unfortunately, hidup tidak memberi peluang pada ketidaktahuan. Jika tidak tahu kolesterol anda tinggi dan tetap makan makanan berlemak, jangan menyalahkan alam ketika kadar kolesterol makin tinggi. Ini ibarat orang parkir di tempat terlarang. Ada tanda larangan tapi karena tidak melihat maka dia parkir di situ. Polisi yang menilang tidak akan terima alasan “Saya tidak melihat ada tanda larangan, pak”.

Untuk mengatasinya harus lebih banyak cari tahu. Banyak bertanya ke orang. Jadilah observant alias suka mengamati sekitar. Banyak membaca. Sekarang informasi sudah banyak bisa didapat dengan mudah dan murah lewat internet. Tapi hati-hati, banyak informasi hoax alias palsu. Untuk itu, baca di situs-situs terpercaya.

Keadaan kedua adalah sudah tahu, tapi merasa tidak mengapa melanggar. Ibarat parkir di tempat larangan dan mengatakan “Tidak ada polisi kok”.

Sudah tahu tapi tetap melanggar. Dalam hal ini pengertianlah yang belum menancap di hati. Merasa tidak percaya bahwa informasi itu benar-benar benar. Biasanya sebabnya adalah (1) pengetahuan yang setengah-setengah. Karena pengetahuan yang komplit akan mempengaruhi perilaku seseorang. Atau (2) kemalasan untuk menjalankan. Misal sudah terlanjur wuenak hari libur bermalasan. Tidak mau berolah raga karena membuat lelah. Sudah biasa makan enak kemudian harus berpantang. Wah, ya tidak bisa lah yao. Maka motivasi diperlukan. Carilah teman untuk bersama berolah raga. Istri atau suami adalah yang ideal, bagi yang punya. Bila tidak, carilah teman atau tetangga. Atau ikut satu klub.

Itu untuk yang bisa terlihat pengaruhnya. Meski bertahun bahkan berpuluh tahun kemudian baru terlihat. Ada lagi yang lebih sukar dilihat dan dibuktikan. Itulah akhirat. Nah, kalau yang ini tidak ada jalan lain kecuali bersandar pada agama. Daripada terlambat dan tidak ada jalan kembali.

Serpong, April 2017

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *