Saya baru-baru ini kehilangan laptop kesayangan. Yah, namanya nasib, mau diapain lagi. Laptop diambil dari kamar kos saya ketika saya tidak ada.
Laptop tua, sudah hampir 10 tahun menemani diriku. Biar sudah 10 tahun tapi masih bagus, berfungsi baik kecuali baterai yang sudah agak soak.
Semua data, dokumen ada di laptop itu. Padahal baru bikin laporan pajak. Masih setengah jadi. Terus semua data hilang. Bagaimana bisa bikin laporan? Maklum ini perusahaan S3, Semua Serba Sendiri. Ya sales, ya pembelian, ya pengiriman, ya administrasi, semua dikerjakan sendiri.
Untuk itu senjata utama adalah laptop. E-SPT, e-Faktur, penomoran seri faktur pajak, surat-surat penawaran, purchase order, semua ada di laptop. Saya merasa kehilangan laptop adalah bagai prajurit kehilangan senjata. Bagaimana mau berperang?
Ada yang bisa dibuat lagi seperti pemindaian (scan) surat-surat perusahaan macam akte, NPWP, dll yang sering diminta pihak lain untuk dikirim. Walau bisa dilakukan, tetap saja itu kerjaan panjang untuk menyelesaikannya. Bikin kesel bener.
Tapi ada juga dokumen yang tidak bisa dibuat lagi. Seperti file-file proyek yang sudah lalu. Banyak di antaranya tidak ada arsipnya.
Contoh-contoh dokumen, pencatatan pengiriman surat, data teknis proyek, semua lenyap. Juga ‘nice to have things‘ semacam foto-foto liburan keluarga dan foto lainnya, gambar-gambar lukisan karya anak, tulisan-tulisan, maupun video buatan sendiri. Semua tinggal kenangan. Owa…
Saya biasa membackup file di flash disk. Sayangnya, hari itu saya sedang memakai flash disk dan saya tinggalkan masih menempel di port USB laptop. Jadinya ya ikut terbawa sang pencuri … Mmmhh… Lengkap, dah.
Laptop tua begitu paling juga terjual 500 ribu. Atau paling banter 1 juta rupiah. Tapi kehilangan laptop itu lebih mengesalkan daripada kehilangan uang tunai 2 juta. Data dan dokumen yang ada di laptop sukar didapatkan lagi. Jadi kehilangan laptop adalah kehilangan uang + harus kerja ekstra keras untuk mendapatkan data-data yang hilang. Beberapa di antaranya jelas tidak akan bisa didapat lagi. Jadi kesel ga ketulungan. Mau marah sama sappa? Mau ngomel kemanna?
Ada cerita sufi wanita, terjatuh dengan keras dari unta sehingga kakinya patah. Dan sudah dipastikan dia akan cacat selamanya. Tentu dia meringis kesakitan dan sedih menatap masa depannya. Anehnya itu hanya sebentar, kemudian dia malah tersenyum-senyum. Ketika ditanya kenapa senyam-senyum, sufi itu menjawab dia membayangkan besarnya pahala yang akan diterima kelak kalau dia ikhlas menerima musibah ini.
Yah, itulah sufi. Mendapat musibah malah bergembira.
Seharusnya semua orang dapat bersikap seperti sufi itu. Ikhlas bahkan bergembira ketika terkena musibah. Tapi rasanya jiwa saya belum nyampe tuh. Masih jauuh. Soalnya terasa banget sakitnya hati ini harus mengejar data-data hilang… Wah, gagal deh ane jadi sufi.
* sekedarpelampiasanhati *
Serpong, Mei 2016
2 thoughts on “Kehilangan Laptop”