Pak Arief yang Kecil Mungil

Sumber: shutterstock.com

Oleh: Bambang Santoso

Namanya singkat, Arief. Nama panjangnya Syarief. Nama lebih panjang adalah Syariiiiiief.

Orangnya kecil tapi gesit. Banyak kebisaannya. Membetulkan pipa air, listrik, bangunan, dan lainnya. Tidak sangat ahli, tapi cukup untuk perbaikan kecil-kecilan. Juga sangat diandalkan naik ke tempat yang tinggi.

Di masjid kami speaker untuk adzan ditempatkan di tiang tinggi. Ada 4 speaker di paling atas, dan 2 speaker lagi di bawahnya. Enam speaker ini berperan besar memanggil umat untuk shalat jamaah di masjid. Suara muadzin dapat terbawa angin ke tempat jauh.

Pak Arief ini selalu datang lebih dahulu dari jamaah lain. Sebelum adzan sudah sampai di masjid. Atau minimal saat adzan tiba di masjid. Tapi tidak pernah shalat berjamaah bersama imam dan jamaah lain. Lho kok?

Dia anggota dari bagian keamanan masjid. Termasuk dalam Sie Kamsih atau Seksi Keamanan dan Kebersihan. Tugas pak Arief adalah menjaga parkir masjid kami, motor maupun mobil. Dialah yang menjaga parkiran sehingga tidak terdengar adanya kehilangan motor di masjid kami. Sebagai tenaga keamanan, beliau profesional. Meskipun kemampuan bela dirinya diragukan (orangnya kecil mungil) tapi profesionalitas keamanan ternyata tidak tergantung dari kemampuan bela diri.

Ketika datang ke masjid, dia melakukan shalat lebih dahulu daripada para jamaah lain, segera setelah adzan selesai. Tidak menunggu jamaah lain maupun imam datang untuk melakukan shalat. Saat shalat wajib ditunaikan secara berjamaah, Pak Arief sudah menyelesaikan shalatnya dan stand by di parkiran. Menjaga motor dan mobil terparkir dari tangan-tangan jahil. Dia satu-satunya di sana, karena semua jamaah lain shalat bersama imam.

Ini memang menimbulkan kontradiksi. Datang awal waktu ke masjid, tapi tidak ikut shalat jamaah. Apa hukumnya ini? Boleh atau tidak?

Memang aneh. Orang-orang datang ke masjid untuk mengejar shalat jamaah. Dia datang ke masjid tapi menghindari shalat jamaah. Ketika dikumandangkan iqomah, Pak Arief malah keluar masjid dan nongkrong di parkiran.

Lho, bukannya shalat jamaah itu sunnah? Sunnah muakkadah. Sebagian mengatakan ini wajib. Kenapa ditinggalkan? Jawabnya sederhana  saja: “Harus ada yang jaga motor. Dari pada motor yang diparkir dicuri orang, mendingan saya saja yang jadi tumbal. Saya yang jaga di parkiran sini. Biar jamaah yang lain merasa tenang bahwa motor mereka ada yang menjaga. Kalau tidak ada penjaga, jamaah selalu merasa kuatir kendaraan mereka dicuri orang. Malah shalatnya ga khusyu.”

Pak Arief benar. Kalaupun tidak seluruhnya benar, mungkin setengah benar. Ini memang menyalahi perintah Rasul saw yang menganjurkan kita untuk bershalat jamaah. Tapi jaman berubah. Dunia yang hampir kiamat ini melahirkan banyak kriminal. Sehingga harus disikapi dengan respon yang tepat.

Salah satunya adalah dengan penjaga di tempat parkir. Tukang parkir yang juga mengarahkan mobil ketika ada ruang parkir sempit yang sudutnya sulit. Diperlukan orang yang mengarahkan “Kiri, kiri. Lurus. Stop. Maju dulu, pak. Ke kanan. Cukup. Mundur, pak. Terus, terus, jauh ….”

Ya, dahulu tukang parkir tidak diperlukan untuk menjaga unta yang diparkir. Tidak perlu diarahkan ke kiri atau ke kanan. Sekarang diperlukan penjaga sekaligus pengarah parkir.

Bertentangan. Di satu sisi, dia selalu datang tepat waktu, bahkan sebelum waktu. Sebelum adzan sudah berada di masjid dengan konsisten. Kebiasaan bagus. Tapi di sisi lain, tidak ikut shalat berjamaah. Kehilangan pahala shalat berjamaah yang 25 atau 27 derajat lebih baik daripada shalat sendirian. Tapi dia mendapat pahala karena menunaikan tugas menjaga kendaraan para jamaah. Sehingga jamaah dapat shalat tenang tanpa rasa waswas.

Ibarat dokter, jika semua dokter ke masjid untuk shalat jamaah, siapa menjaga di IGD ketika ada pasien kecelakaan dan butuh pertolongan segera?

Atau polisi. Perlu polisi yang menjaga lalu lintas saat ramai. Atau menjaga keamanan di tiap acara. Saya yakin pengawal presiden tidak akan bisa seenaknya meninggalkan tugas saat adzan menggema.

Mungkin perlu ditinjau ulang untuk masing-masing profesi. Apakah tugas ini layak untuk meninggalkan shalat berjamaah?

Jika punya toko, apakah harus semua pegawai ke masjid untuk shalat jamaah? Toko di Saudi semua tutup ketika adzan. Pengunjung diminta menyelesaikan pembayaran atau menunda pembelian. Karena toko akan segera tutup agar semua karyawan dapat melakukan shalat jamaah di masjid.

Bagaimana di Indonesia?

Bagaimana untuk restoran? Apa semua pengunjung harus keluar karena  resto mau ditutup tiap kali adzan? Padahal makanan di meja belum dihabiskan.

Bagaimana untuk bioskop? Apakah harus disesuaikan waktunya dengan adzan? Agar film tidak diputus di tengah jalan lagi seru-serunya aksi.

Bagaimana kalau apotek? Hotel?

Namanya fikih seharusnya bisa diterapkan. Atau harus bisa diterapkan. Kalau tidak bisa, ilmu ini hanya melayang saja, tidak membumi. Sedangkan manusia butuh tempat berpijak yang mapan.

Tangerang Selatan, Januari 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *